Komnas HAM berencana memanggil polisi, baik dari tingkat daerah sampai kapolri.
VIVAnews - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai kekerasan yang terjadi saat penyerangan kepada jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, sebagai kasus yang luar biasa. Selain itu, Komnas HAM juga menduga ada rekayasa dari kekerasan yang terjadi di Cikeusik.
"Dimensinya cukup banyak, dan kami menduga kuat ada rekayasa," kata Komisioner Subkomisi Mediasi Komnas HAM Ridha Saleh di kantor Komnas HAM, 10 Februari 2011.
Untuk membongkar dugaan rekayasa kekerasan di Cikeusik, Komnas HAM langsung membentuk tim. Hingga hari ini, setidaknya tim dari Komnas HAM melihat ada tiga kejanggalan.
Pertama, Komnas mendapatkan informasi pihak kepolisian dan aparat keamanan sudah mengetahui akan ada penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah sebelum kejadian. "Sejak dua hari sebelumnya," ujar Ridha.
Kedua, Komnas mendapatkan informasi ada pesan pendek (SMS) yang masuk ke kepolisian mengenai rencana penyerangan. "Dari orang yang kemungkinan juga sudah diketahui (oleh polisi)," jelas Ridha.
Kejanggalan ketiga, kepolisian dikabarkan sudah tahu jumlah massa yang akan menyerang, namun jumlah pasukan yang dikerahkan tidak seimbang dengan jumlah massa. "Pengerahan pasukan hanya tidak imbang. Ini ada apa?" tutur Ridha.
Selain itu, kejanggalan secara nyata pun terlihat di lapangan, karena lokasi kejadian jauh dari keramaian. "Kenapa di wilayah itu?" ucap Ridha.
Karena itu, tim Komnas HAM yang berada di lapangan pun akan meminta keterangan terhadap sejumlah aparat kepolisian. Baik itu Kapolsek dan Kapolres setempat, Kapolda Banten, hingga Kapolri.
"Kami sudah membicarakan memanggil Kapolri dan petinggi-petinggi yang kami anggap harus didapatkan informasi. Kebijakan apa yang sedang mereka buat dalam proses penyelesaian ini," ucap Ridha.
Dalam insiden yang terjadi Minggu 6 Februari lalu itu, tiga orang tewas sementara enam lainnya menderita luka parah. (umi)
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment