Sidang Pembacaan Dakwaan Abu Bakar Ba’asyir
DIADILI: Abu Bakar Bashir diturunkan dari mobil polisi mengikuti sidang dakwaan di PN Jakarta Selatan, kemarin (14/2).//REUTERS/Beawiharta
JAKARTA-Sempat tertunda, sidang pembacaan dakwaan terhadap terdakwa tindak pidana teroris Abu Bakar Ba’asyir digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kemarin (14/2). Tim Jaksa Penuntut Umum menyebut Ba’asyir merencanakan dan menggerakkan orang melakukan tindak pidana terorisme. Terungkap, aktivitas Ba’asyir tersebut menelan anggaran Rp1 miliar lebih.
Secara bergantian, 15 personel JPU membacakan surat dakwaan setebal 93 halam itu di depan Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Hery Suwantoro. Dalam dakwaannya, ketua tim JPU A. Muhammad Taufik menerangkan, jika Ba’asyir telah mempersiapkan fisik maupun sumber daya manusia untuk keperluan tindak pidana terorisme dengan serangkai kegiatan.
Ujung dari kegiatan itu, JPU mengancam Ba’asyir dengan pasal 14 Jo. Pasal 9 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang. Dengan pasal tersebut, Ba’asyir terancam pidana mati atau kurungan seumur hidup.
Aktivias pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki tersebut, direkam JPU mulai 27 Juli 2008. Saat itu, Ba’asyir bersama Afif Abdul Majid (buron), Luthfi Haidaroh alias Ubaid, Abdul Haris alias Haris Amir Falah, Akhwan, Abdurrahman, dan Abdurrohim berkumpul di Ngruki, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.
Dalam pertemuan itu, mereka merumuskan oraganisasi yang bernama Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT). Selanjutnya, pada 17 September 2008 JAT dideklarasikan di Islamic Centre Bekasi. “Abu Bakar bin Abud Ba’asyir alias Abu Bakar Ba’asyir menjadi amir atau pimpinan JAT,” terang anggota JPU.
Di dalam persidangan, jaksa Taufik menjelaskan tujuan utama berdirinya JAT adalah memperjuangkan tegaknya Daulah Islamiyah atau negara Islam. Tujuan JAT selanjutnya adalah memperjuangkan Khilafah Islamiyyah atau pemerintahan Islam dengan cara melalui dakwah, jihadi, amar makruf, dan nahi mungkar.
Aktifitas JAT mulai mengarah pada aksi terorisme tercium pada Februari 2009. Saat itu, Joko Pitono alias Yahya Ibrahim alias Dulmatin alias Pak Bos meminta bantuan kepada Ubaid, anggota Majelis Syuro JAT untuk difasilitasi bertemu Ba’asyir . Akhirnya, Dulmatin dan Ba’asyir bertemu di ruko tempat tinggal Ali Miftah yang letaknya tidak jauh dari pondok pesantren Ngruki. Pada lembar ke tiga surat dakwaan JPU, tertulis jika pada pertemuan tersebut Ba’asyir dan Dulmatin merencanakan untuk mengadakan pelatihan militer atau disebut tadrib asykari di Aceh. Ba’asyir pun menyampaikan kepada Ubaid untuk melkaukan pelatihan militer di Aceh seuai yang diusulkan Dulmatin.
Sebagai tindak lanjutnya, Abu Tholut diminta untuk dilibatkan dalam proyek latihan militer di Aceh. Pertimbangannya, Abu Tholut karena banyak pengalaman. Rencana latihan militer ini diawali dengan adanya survey lokasi. Untuk melakukan survey ini, dibutuhkan anggaran Rp 15 juta. Akhirnya, Ba’asyir menyerahkan Rp 5 juta kepada Ubaid. Sementara sisanya sebesar Rp 10 juta diambil Ubaid dari Joko Daryono alias Thoyib sebagai bendahara JAT Pusat di Surakarta. Setelah dana terkumpul, Dulmatin, Ubaid, dan Abu Tholut berangkat ke Aceh untuk melakukan survey.
Pos anggaran lainnya untuk keperluan pendanaan latihan militer juga muncul pada September 2009. Setelah survey benar-benar matang, JAT membutuhkan dana segar sebesar Rp 60 juta untuk mulai latihan militer. Dana tersebut akhirnya didapat dari Hafid, bendahara JAT wilayah Bima. Selang beberapa hari kemudian, Ba’asyir memerintahkan kepada Ubaid untuk mengambil uang sebesar Rp 60 juta di bendahara JAT pusat.
Sebulan kemudian, pada Oktober 2009, Ba’asyir mengabari Ubaid jika ada dana lagi yang terkumpul mencapai USD 5 ribu. Masih di bulan yang sama, ada kucuran bantuan lagi sebesar Rp 100 juta. Bantuan ini langsung dikirim berkala ke Dulmatin yang menjadi koordinator lapangan latihan militer. Dul Matin menggunakan nama Sus Hidayat saat membuka rekening di Bank Syariah Mandiri.
Jaksa Taufik menjelaskan, secara keseluruhan untuk melaksanakan pelatihan militer di Aceh pada November 2009, Ubaid membawa uang sebesar Rp 180 juta dan USD 5 ribu dari Ba’asyir . Selanjutnya uang tersebut dibelikan bermacam-macam senjata api, magazine, dan peluru yang sudah dipesan oleh Dulmatin dari Abdi Tunggal dan Abu Ayyas melalui M. Sofyan Tsauri dan Ahmad Sutrisno. Total belanja senjata ini menelan anggaran Rp 325 juta. Uang kekurangan belanja senjata yang mencapai 24 pucuk senjata, amunisi dan magazine sebesar Rp 115 juta dibayar oleh Ubaid kepada M. Sofyan Tsauri melalui Abdullah Sunata.
Diantara senjata api itu adalah, sembilan pucuk senjata api jenis Armalite (AR)-15, empat pucuk Avtomat Kalashnikova (AK)-47, dua pucuk AK-58, dan enam pucuk senjata Revorver. Selain itu juga pistol FN Browning, Challenger, dan Remington masing-masing satu pucuk. Tidak ketinggalan juga 19.999 peluru dan 93 buah magazine. Tercatat 40-an orang mengikuti pelatihan militer di
Kucuran sumbangan latihan militer belum berhenti. Setelah Ba’asyir mengeluarkan menyampaikan rencana untuk mengadakan jihad, diperlukan anggaran Rp 150 juta. Selain dari sumbangan, uang untuk operasional juga didapat dari hasil perampukan. Diantaranya perampokan Bank CIMB Niaga Medan pada 18 Agustus 2010. Dalam perampokan ini, Pamriyanto dan kawan-kawannya berhasil mendapatkan uang rampokan sebesar Rp 340 juta dan merampas senjata api M-16 dari Manuel Simanjuntak, anggota brimob yang tewas tertembak.Secara keseluruhan, tim JPU mencatat jika selama proyek pelatihan militer di hutan belantara Aceh, Ba’asyir berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 1.039.500.000. Selain untuk melakukan pembelian senjata api guna keperluan latihan militer, Taufik menerangkan jika uang tersebut juga digunakan untuk berdakwah yang bermuatan hasutan memprovokasi untuk melakukan teror atau irhab.
Seperti ceramah Ba’asyir pada Juli 2009. Saat itu, Ba’asyir melakukan cemaran di rumah Alex alias Asep alias Gunawan di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.. Dia adalah ketua Asykari (militer) JAT wilayah Sumatera Utara. Alex sudah tewas setelah ada penyergapan pasca penyerbuan Polsek Hamparan Perak.
Jaksa Taufik membacakan dakwaannya, pada ceramahnya Ba’asyir mengatakan bahwa dalam berjihad pertama kali harus memiliki wilayah walaupun kecil. Dalam surat dakwaan, Ba’asyir juga menjelaskan jika fa?i (perampokan mencari dana perjuangan) itu termasuk dibenarkan dalam Islam. Sementara untuk mendirikan negara Islam, bisa menggunakan aksi-aksi teror atau irhab. Dengan aksi tersebut, akan menimbulkan suasana panik di masyarakat dan pemerintah. Setelah muncul situasi ini, bisa memudahkan aksi pengambilalihan kekuasaan.
Selain terancam pidana mati atau penjara seumur hidup, tim JPU juga menjatuhkan dakwaan subsider. Dakwaan ini merujuk pada pasal 13 huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang. Ancaman dalam pasal tersebut adalah penjara paling lama 15 tahun.
Setelah agenda pembacaan dakwaan rampung, Ba’asyir mengaku tidak mengetahui dengan tujuh dakwaan yang dibacakan JPU. “Setelah saudara mendengar dakwaan, saudara mengerti maksud dakwaan tersebut? Anda akan ajukan eksepsi keberatan”? ujar Ketua Majelis Hakim Herry Suwantoro.
“Ya jelas (keberatan, red),” jawab Ba’asyir . Dia mengakui tidak mengerti dengan semua tuduhan yang disampaikan jaksa kepada dirinya. “Jadi begini Bapak majelis hakim saya tidak mengerti hukum, jadi (dakwaan) macam-macam tadi, saya dituduh seolah pelopori Aceh. Secara garis besar saja mengerti dalam pengertian tadi, tapi saya minta dakwaan sejelas-jelasnya soal mempelopori Aceh. Apa benar itu? Dakwaan yang lebih jelas bagaimana”? tambah dia. Agenda sidang pembacaan eksepsi dari kubu Ba’asyir diputuskan digelar sepuluh hari kerja lagi.
Sementara itu, pengacara Ba’asyir yang tegabung dalam Tim Pembela Muslim M. Assegaf mengatakan sudah menyiapkan beberapa item keberatan dalam agenda sidang eksepsi. Assegaf menerangkan, item itu antara lain mereka menilai dakwaan yang disampaikan JPU kabur. “Dakwaannya tidak fokus. Tumpang tindih,” jelas dia. Selain itu, keberatan lainnya adalah dakwaan tersebut menyangkut tempat kejadian yang berbeda-beda. Dia tetap yakin, Ba’asyir akan bebas dari segala dakwaan yang dibacakan JPU.
0 comments:
Post a Comment