Thursday, February 17, 2011

Oknum Polisi Disinyalir Sebagai Penjual Sabu

PENYELUNDUP SABU: Petugas menangkap tersangka 4 tersangka penyelundup sabu senilai Rp7 miliar, belum lama ini.//UKON FURKON SUKANDA/INDOPOS

Bandar Narkoba Mengaku..!
MEDAN-Mengejutkan. Peredaran narkoba khususnya sabu-sabu di Medan, disinyalir dibekingi oknum aparat. Bahkan, hasil investigasi yang dilakukan Sumut Pos menemukan fakta bahwa sabu-sabu malah diperoleh bandar narkoba dari barang bukti (barbut) tangkapan polisi.

Sumut Pos pun melakukan investigasi tentang perdagangan sabu selama hampir dua pekan. Dari relasi yang dibangun dengan seorang bandar sabu di seputaran Mongonsidi Medan, terungkap kenyataan miris itu. Bagaimana pihak kepolisian dan penegak hukum lainnya turut andil dalam peredaran narkoba jenis psikotropika ini?

Sesuai kesepakatan, Selasa (8/2) tepatnya pukul 13.06 WIB, narasumber tiba di salah satu kafe seputaran Jalan dr Mansur Medan. Setelah melihat kode yang diberikan, Bambang (bukan nama sebenarnya, Red) langsung menuju meja di pojok sebelah kanan, lokasi yang dirasa nyaman melakukan pembicaraan berisko ini. Siang itu Bambang mengenakan sweater gombor dengan penutup kepala, seolah ingin menutupi jati dirinya.

”Jujur saja saya tidak sendiri di bidang ini. Kalau tidak ada orang dalam yang membantu, saya tidak beranilah,” buka Bambang setelah selesai menyantap hidangan yang dipesan.

Dalam melakoni pekerjaannya sebagai bandar sabu, Bambang mengaku diback up seorang oknum anggota Polri. “Dia anggota tekab (tim kesatuan anti bandit) di Poldasu. Dia tinggal di kompleks dekat rumah saya, jadi mudah komunikasinya,” kata pria berkulit hitam manis ini dengan tetap menutupi identitas sang petugas.

Bambang mengaku, dari petugas itulah dia mendapatkan informasi yang akurat sehingga dengan mudah menghindar bila ada razia. Biasanya setelah mendapatkan informasi, Bambang bergerak terlebih dulu satu langkah. Bambang menghilang untuk sementara ke tempat yang dianggap aman, atau menghilangkan semua barang bukti dari rumah yang ditinggali bersama anak dan istrinya.

Apakah hanya sebatas pemberian informasi? Ternyata tidak. Ini yang membuat lebih miris.
Seperti penuturan Bambang, untuk menjalankan bisnisnya, sang petugas juga berperan sebagai penyuplai, yaitu menyediakan sabu untuk dijual. Hasil penjualan sendiri dibagi rata antara petugas dan Bambang.
“Biasanya dari barbut (barang bukti, Red) yang ketangkap saat mereka razia. Kan penangkapan itu tidak semua dilapor ke kantor. Kadang delapan-enam (sandi polisi untuk menyebut kondisi aman terkendali/berdamai, Red) di TKP (Tempat Kejadian Perkara). Tapi barbutnya tetap sama tekab tadi kan. Itu lah yang dikasi untuk saya jual,” paparnya.

Karena dari barbut tadi, penjualan Bambang pun tidak menentu. Dia mengaku tidak dipatok target oleh sang petugas. Hanya saja hasil penjualan tetap dibagi rata antara mereka berdua. Dari satu paket Rp200 ribu yang dijual, Bambang hanya mendapat setengahnya yaitu Rp100 ribu. Begitulah Bambang menghidupi istri dan anak semata wayangnya.
Namun kebaikan hati itu bukan tanpa sebab. Selain menjadi penjual barbut yang menjadi masukan bagi sang petugas, Bambang juga memiliki kewajiban bagi kebutuhan akan sabu dari petugas tadi. Tak heran bila dia kerap mengakali konsumennya dengan cara mengurangi isi paket dari ukuran seharusnya. Konsumen sabu Bambang menyebar di kalangan muda, mulai dari pelajar hingga mahasiswa, juga anak gedongan juga yang tinggal di kost-kostan. (baca laporan lengkapnya di halaman 4,5 dan 6 Liputan Khusus 2 .

Apa tanggapan Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Oegreseno terkait hasil investigasi ini yang menyatakan ada oknum polisi yang menjual barbut dari hasil 86 (damai di tempat)? Jenderal bintang dua itu meminta pemberi informasi tersebut bersedia bekerja sama dengan polisi untuk memudahkan pihaknya menitindaklanjuti penemuan. “Informan tidak perlu melakukan penyamaran, polisi saja yang akan melakukan penyamaran untuk mengungkapnya. Informan tetap kita lindungi,” kata Kapolda pekan lalu.

Sedangkan terkait pengakuan anak kost yang terlalu gampang memiliki narkoba seperti membeli kacang goreng, Oegreseno mengharapkan kepada sumber untuk melapor langsung ke Mapoldasu untuk menjumpai Kapoldasu Irjen Pol Oegreseno. “Suruh sumber tersebut datang ke Poldasu untuk menjumpai saya agar bisa diungkap. Jadi polisi akan menyamar untuk bisa mengungkapnya. Sumber pasti akan kita lindungi,” katanya.

Sementara itu, berdasarkan data Direktorat Narkoba Polda Sumut, terdapat sebanyak 116 tersangka berstatus pelajar sampai mahasiswa yang terlibat Narkoba (Narkotika dan obata-obatan terlarang) di wilayah hukum jajaran Poldasu. Data itu sejak Januari hingga Desember tahun lalu.

Dari data tersebut, sebanyak 70 orang berstatus pelajar dan sebanyak 46 orang berstatus mahasiswa. “Ada sebanyak 70 orang berstatus pelajar dan 46 mahsiswa yang terlibat dengan narkoba,” ujar Dir Narkoba Poldasu Kombes Pol Jhon Thurman Panjaitan di Mapoldasu tanpa merinci jenis narkoba yang terlibat dengan tersangka, baru-baru ini.
Dia menegaskan, Dit Narkoba Poldasu dan jajarannya sudah melaksanakan sosialisasi ke sekolah dan sejumlah lapisan masyarakat untuk mengurangi keterlibatan generasi mudan dari bahaya Narkoba. “Setiap bulan kita terus melakukan sosialisasi ke sekolah untuk mengantisipasi merebaknya narkoba di tengah mereka akibat bahayanya dampak narkoba,” ucapnya.

Menurutnya, dari bulan ke bulan Poldasu bersama Sat Narkoba jajaran Polres turun ke sekolah dan masyarakat hingga keperguruan tinggi untuk melakukan sosialisasi anti narkoba, termasuk memasang baliho di pinggir jalan. “Semuanya bertujuan mendidik masyarakat bahwa narkoba adalah musuh negara yang membahayakan generasi penerus bangsa. Jadi diharapakan pelajar dan masyarakat jangan mau diiming-imingi, narkoba sangat menyesatkan penerus bangsa,” ujarnya.

0 comments:

Post a Comment